PORTALBUANA.ASIA SUNGAI PENUH. Beredarnya kabar dan pemberitaan walikota Ahmadi Zubir akan membangun politik dinasty untuk pemilu 2024 mend...
PORTALBUANA.ASIA SUNGAI PENUH. Beredarnya kabar dan pemberitaan walikota Ahmadi Zubir akan membangun politik dinasty untuk pemilu 2024 mendatang menjadi sorotan di kalangan masyarakat
Menjawab hal tersebut, Ahmadi Zubir angkat bicara menegaskan tidak ada ke inginan untuk membangun dinasti politik di kota sungai penuh.
Ahmadi Zubir mengatakan " menjawab apa yang di beritakan juga di bicarakan di tengah masyarakat, perlu saya tegaskan secara pribadi saya tidak ada ber Keinginan untuk membangun dinasti politik di kota kota sungai penuh.
Memang benar anak saya rucita mencalonkan diri untuk legislatif di provinsi Jambi dari partai PDIP, namun tidak ada ke inginan dan kemauan saya untuk menyuruh anak saya untuk maju
Rucita saat ini di percaya untuk menjabat selaku ketua DPD BMI provinsi Jambi, dalam hal ini majunya rucita untuk caleg DPRD provinsi Jambi itu atas permintaan ketua DPP BMI, saya tidak ada pernah menyuruh anak saya untuk maju. Tegas Ahmadi Zubir.
Kurniadi SH MH selaku pakar hukum tata negara menjelaskan , Politik dinasti dari pengamatan saya sah sah saja. Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 6 ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi, ‘Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.’
Dari sintansi pasal ini menurut norma tertinggi di republik ini tidak dilarangnya adanya pertalian darah antara presiden petahana(sedang menjabat) dan akan mencalon,begitu juga regulasi hukum tentang pencalonan,gubernur,bupati/walikota ataupun calon legislatif.
Norma ini tegas mengatur lalu mengapa ada persoalan masyarakat mengkhawatirkan politik dinasty, opini ini lakasan pasal karet yg bisa di tarik dan dinilai berdasarkan kehendak orang yg menilainya. Jadi tidak objektif.suntasnsinya adalah sejauh mana seorang pemangku jabatan politis bisa amanah dan betul2 bekerja untuk kepentingan rakyat yg memberi amanah kepadanya untuk memperjuangkan kepentingan rakyat.jadi bukan persoalan dinasti atau tidak dinasti"Ujar Kurniadi.
Selanjutnya Kurniadi Mengatakan" selama ini Belum dijumpai penelitian yang komprehensif yang dapat mendalilkan dan membuktikan adanya korelasi antara moral dan korupsi dengan keluarga petahana,"
Adanya kasus dipidananya seseorang yang menjabat kepala daerah dari keluarga petahana merupakan peristiwa yang kasuistis, yang terjadi karena dilatarbelakangi oleh berbagai hal/sebab. Bisa jadi karena kealpaannya (culpa), rezim politik yang berlaku saat itu yang sifatnya individual, sehingga hal tersebut tidak dapat diberlakukan secara merata dikaitkan dengan kekerabatan dan pertemanan. Tapi murni ke pribadi seseorang. " tutup Kurniadi SH MH. ( FC)