PORTALBUANA.ASIA, KERINCI – Suasana Pilkada Kabupaten Kerinci 2024 kembali memanas dengan munculnya dugaan pelanggaran netralitas yang melib...
PORTALBUANA.ASIA, KERINCI – Suasana Pilkada Kabupaten Kerinci 2024 kembali memanas dengan munculnya dugaan pelanggaran netralitas yang melibatkan Kepala Desa Kersik Tuo, dikenal dengan panggilan Sigit. Sang kepala desa dilaporkan berfoto bersama Calon Bupati Kerinci nomor urut 3, Monadi, sambil mengenakan atribut kampanye berupa baju kotak-kotak putih biru. Foto tersebut juga menunjukkan kehadiran perangkat desa serta tim pemenangan kandidat tersebut.
Tindakan ini dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 29 ayat (2), yang mengatur bahwa kepala desa wajib bersikap netral dan tidak terlibat dalam aktivitas politik praktis. Jika terbukti, pelanggaran ini dapat berujung pada sanksi administratif hingga pemberhentian dari jabatan.
Selain ancaman sanksi administratif, dugaan keterlibatan kepala desa dalam politik praktis juga berpotensi dikenai sanksi pidana. Berdasarkan Pasal 188 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, setiap pihak yang sengaja melanggar ketentuan netralitas pemilu dapat dijatuhi pidana penjara maksimal 1 tahun 6 bulan dan/atau denda hingga Rp18 juta.
Kasus ini bahkan berpotensi dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh tim pemenangan kandidat lain sebagai bagian dari gugatan atas dugaan pelanggaran dalam Pilkada. Jika hal ini terjadi, Kepala Desa Kersik Tuo kemungkinan besar akan dipanggil sebagai saksi dalam persidangan di MK.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Kepala Desa Kersik Tuo maupun tim pemenangan Monadi. Namun, tindakan tersebut telah memicu perhatian masyarakat serta tanggapan kritis dari pengamat politik lokal.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kerinci diharapkan segera mengambil langkah tegas. Penyidikan menyeluruh harus dilakukan guna memastikan bahwa setiap pelanggaran netralitas ditangani sesuai aturan, demi menjaga integritas penyelenggaraan Pilkada.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya netralitas dan integritas bagi setiap elemen dalam proses demokrasi, terutama kepala desa yang merupakan pemimpin terdekat masyarakat. Pelanggaran netralitas tidak hanya melukai keadilan demokrasi, tetapi juga berpotensi memicu disharmoni sosial di tingkat komunitas.
Masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan menyerahkan proses penyelidikan kepada pihak berwenang. Diharapkan hasil investigasi dapat menjadi pelajaran penting bagi semua pihak demi Pilkada yang lebih bersih dan berintegritas.
Fortal Buana Asia, Kerinci